Yogyakarta


  • Jogja Istimewa.

(disuatu malam yang ramai, dimomen yang istimewa "Tugu Jogja")

Begitulah kota istimewa ini disebut, menyebutnya istimewa memang tidak sebercanda itu kan.? mereka menyelami segala lini kota ini terlebih dahulu. seorang yang seumur jagung sepertiku tentu belum pantas menyebutnya istimewa, istimewa adalah pengakuan dari lubuk hati bukan. mereka yang memiliki cinta kasih atas kota istimewa inilah yang menyebutnya seperti itu. Entahlah apa yang membuat mereka setertarik itu menyebutnya istimewa sambil tersenyum bahagia, dan ada yang bahkan menitihkan air mata mengenang kenangan, Keistimewaan yang mengundang rasa penasaran.

Dua jam sudah saya duduk di bangku ini, disebuah kedai yang dipenuhi kesibukan, disini ‘Nol’ Km Djogjakarta. Jln. Malioboro dipenuhi pejalan kaki, penjual, para turis lokal, para pelajar, semuanya menebar kemesraannya disepanjang jalan ini. entahlah apa imajinasi mereka, apa harapan mereka mengunjungi kota ini. Mereka yang duduk di bahu jalan Malioboro yg berjejer kursi-kursi tersusun rapih disepanjang jalanya.

Djogja istimewa, itulah yang terpampang di spanduk-spanduk dibeberapa sisi jalan, di lukisan-lukisan vandalis yang memenuhi tembok-tembok bangunan jalan-jalanya kota ini. segala lini kota ini dipenuhi kata istimewa.

***

(Sebuah kedai kopi yang memenuhi seluruh ruang imajikku)

Segelas cappuccino diracik di depan mataku, sebuah kedai yang memenuhi segala ruang ekapektasiku. Kedai yang dibuat seperti yang dituliskan Dee dibuku Filosofi Kopinya. Semua perlengkapan kopi, pelayan, barista diberi tempat tersendiri di jantung ruangan ini dan satu panggung dibuat untuk seorang musisi jalanan. Begitulah imajinasi menuntun ekapektasiku pada kedai ini.  Cappuccino dingin yang sempurnah sebagai perkenalan awal dikota istimewa ini. 

Sebagai seorang pencinta ekspresso, kopi pahit tanpa gula, apapun itu yang penting pahit, hitam dan pekat. saya harus merelakanya dan memilih cappuccino dingin untuk mengenal kota ini. Biarlah mendingin suasana yang dingin ini dan mari mengenal kota mungil yang ramai dan disebut istimewa. Mari kita susuri segala ekspektasi tuan dan nona yang berimajinasi akan keistimewaan itu.

Taukah nona cahaya matahari semakin redup sepeninggalnya sore tadi, saya menyempatkan Sholat Magrib disebuah gang kecil dikawasan Malioboro yang dipenuhi Hotel, Motel, Penginapan dll, saya menyusuri tiap lini jalan yang dipenuhi Pertokoan, Warung-Warung, Rumah Makan dari pedang kaki 2 kaki 5 sampai dengan yang berkelas. Dari penjual pakaian di teras-teras bahu jalan, sampai dengan Mall yang dipenuhi dengan brand kelas dunia. Satu kesan pertama yang menyenangkan adalah mereka semua berbagi.dan jika saya tdak keliru Berbagi adalah salah satu keistimewaan dari sembilan puluh sembilan keistimewaan. Mungkin itu salah satu yang membuat tuan menyebut kota ini istimewa. 

Langit semaki gelap, cuaca akhirnya bersahabat setelah beberapa jam hujan menyirami kota istimewa kita ini. Kedai kopi yang bersebelahan dengan stasion kereta api Yogyakarta. Beberapa menit lalu suara kereta api yang tiba menyalakan stongnya yang menyerupai terompet tahun baru menambah drama malam ini, betul saja tidak lama lagi tahun ini akan meninggalkan kita begitu saja bukan. jadi mari duduk disampingku dan menikmati pesta kecil ini, ini adalah sore hari yang istimewa.

***


(Nol Km, Kenangan istimewa berhulu disini disepanjang jalannya)

saya berjalan kaki sendirian bagai seorang solo traveler, seorang backpacker mungkin seperti itu imajinasi menciptakan karakterku sore tadi. Berjalan menyusuri jalan Malioboro yang ramai sepanjang jalan. Diujung jalan Malioboro berdiri sebuah benteng megah, Benteng Vredeburg  yang pelataranya dijadikan lahan parkir para pengunjung di kawasan Malioboro ini. Sayangnya benteng ini hanya buka sampai jam 16:00 dan sekarang waktu sudah jauh meninggalkan jam itu, saya hanya menyaksi dari luar. beberapa orang yang bernasib sama meluapkan kekesalanya dengan berfoto romantis didepan pintu masuk benteng.

Benteng ini memiliki nilai sejarah panjang perjalan kemerdekaan negara kita tercinta ini. Konon katanya beteng ini peninggalan belanda. Belanda yang terkenal dengan strategi liciknya kala itu membangun benteng ini untuk mengawasi keraton jogja, lokasi benteng ini memang tidak jauh dari keraton jogja dan Nol km  jogja karta, dimasa pendudukan jepang, militer jepang juga menggunakan benteng ini begitupun dimasa mempertahankan kemerdekaan RI benteng ini merupakan bukti perjuangan rakyat Jogjakarta. Katanya didalam benteng ini terdapat museum-museum yang tak ternilai, sejarah panjang jogja dari masa kemasa terekam didalamnya.

(Vredeburg)
Seorang sejarawan akan menemukan lautan yang dalam disana. Ia akan menyelami sejarah yang panjang, bagai seorang penyelam yang memburu surga didasar terdalam lautan ia akan menemukannya disana, begiulah kiranya Vredeburg  di ruang khayalku. Sayang hari yang tidak tepat membuka gerbangnya saja saya tidak mampu. Vredeburg  pastilah memiliki kenangan istimewa di hati rakyat jogja. Pada akhirnya saya kembali menyusuri jalan-jalan yang tak kunjung sepi ini.

***

(Karna Rege bukan hanya marijuana)

Seorang pemuda memikul sebuah gitar yang terbungkus rapih menaiki tangga panggung. Seorang musisi jalanan dikota istemewa bergendre rege. Lagu rege yang identik dengan lagu anak pantai, dinyanyikan dengan merdu menambah keistimewaan malam ini. taukah nona, ia yang bersuara merdu membawakan lagu rege adalah seorang pemuda yang lahir di timur Negara kita ini. Keberagaman adalah keunikan yang dimiliki Bangsa ini, kota istimewa ini adalah miniatur karakter Bangsa ini, sebut saja begitu malam ini. Dan mari berjoget tuan dan nona bersama barista yang lihai meracik kopi dan menari nari.

Masih di Malioboro, Nol km ini semakin ramai sepanjang jalan mengiringi langkah waktu yang kian berlalu. Wajah pribumi, wajah orang barat, wajah orang yang mewakili tiap ruang di belahan bumi ini, Malioboro memiliki magnet tersendiri sebagai jantung wisata kota ini, para pejalan yang beragam ini menenteng oleh-oleh yang akan mereka bawa kesegala penjuru bumi ini. Dan tentunya akan menceritakan begitulah setitik keistimewaan yang ditawarkan kota ini dengan mesrah disepanjang jalanya.

Saya menutup kisah panajang malam ini disebuah kedai yang mualai ramai dikunjungi para pencintanya. Kedai yang menyanyikan lagu rege sepanjang malam disebelah stasion kereta api Yogyakarta. Semua nada bercampur aduk memenuhi udara kedai yang semakin pengap dengan semakin ramainya kedai ini, bangku-bangku yang terisi penuh membuktikan betapa dicintainya kedai ini, dihati mereka tersimpan keistemawaan yang ditawarkan oleh kedai ini.

Dan beginilah seorang pejalan mengisahkan keistimewaan. Meyelami keistimewaan kota ini bukanlah semudah lidah menyebutkan kata istimewa itu. Seorang penyelam akan menemukan surga yang memenuhi seluruh ruang ekspektasinya setelah menyelami spot selam itu dan menemukan surganya. Begitulah dengan kota istimewa ini datanglah dan susuri keistimewaannya dan putuskanlah sendiri apa yang kita saksikan.

Disudut Nol derajat kota istimewa, mari merayakan malam yang panjang dengan lagu rege.

Tidak ada komentar:

Popular