Hari itu,
setelah beberapa hari yang membosankan begitu saja berlalu, akhirnya tiket
penerbangan menuju Eltari Kupang saya kantongi. Saya di tugaskan disana untuk
beberapa bulan survey jalan nasional
Nusa Tenggara Timur. Saya sengaja mengambil pekerjaan ini, selain memang sedang
membutuhkan pekerjaan, NTT menjadi magnet tersendiri. NTT akhir-akhir ini
menjadi wisata prioritas di Bumi Ibu Pertiwi, pesonanya mulai mendunia, bahkan
pribumipun bermimpi ingin menyambanginya.
Traveling
atau megunjungi tempat-tempat baru sudah menjadi angan-angan saya sejak dahulu,
banyak tempat saya masukan dalam list, mengunjungi tempat baru setiap tahunnya
menjadi prioritas besar dalam resolusi ketika tahun berganti. Ketika
menyambangi tempat baru sejujurnya saya tidak terlalu tertarik pada
kegiatan-kegiatan mainstream seperti ke laut lalu menyelam, ke gunung lalu
mendakinya atau ketempat-tempat populer, itu semua prioritas nomor dua, jika
mampu melakukannya itu menjadi bonus dalam perjalanan. Saya lebih tertarik pada
kultur, kehidupan dan peradaban masyarakan dari masa-kemasa, melihat perubahan
atau masyarakat yang masih menjaga kulturnya menjadi sesuatu yang paling
menyenangkan.
Matahari
baru bersiap beranjak dari peraduanya, penerbangan menuju timur Indonesia
selalu seperti ini. tiket tertera jam 4 subuh, beruntunglah di kota dengan
kehidupan yang sudah moderen ini berangkat jam berapapun tidak menjadi masalah.
Pagi itu saya memesan jasa Taxi online,
dan tidak begitu lama menunggu pengemudinya sudah menjemput, wajar saja jalan
terasa luas di jam-jam seperti ini. di dalam mobil, seperti biasanya untuk
menghilangkan rasa bosan saya membuka percakapan dengan pengemudi. Menurut saya
selalu ada cerita menarik dari setiap orang, dan benar saja, kami menceritakan banyak
hal, mulai dari penumpang-penumpang aneh di jam-jam tidur masyarakat normal,
hingga ia pun bisa menebak kalau saya pasti akan ke timur Negeri ini.
Bandara Sultan
Hasanuddin terasa sepi di jam-jam seperti ini, di sekeliling orang – orang
memecah keheningan dengan menyeruput kopi dan mengisap beberapa batang rokok.
Beberapa orang terlentang terlelap di kursi-kursi tidak sanggup melawan rotasi
bumi, ini memang jam-jam kritis untuk manusia normal. Saya langsung melakukan chek in dan membagasikan barang bawaan,
hal-hal seperti ini selalu berkesan, selalu ada kata terbesik di dalam hati
“akhirnya”.
Setelahnya
saya mulai terbawa ke dalam lamunan, seperti apa Kota Kupang, bagaimana
orang-orang disana, bagaimana makanannya, bagaimana cuacanya. Kota yang begitu
asing, padahal kita sama-sama terlahir dari rahim Ibu Pertiwi. Orang –
orangnya, saya mulai memikirkan orang-orang timur yang tergila-gila dengan musik,
yang suaranya merdu dan beberapa tingkah kocak. Orang timur juga sedikit kasar,
namun itu tidak begitu menganggu, kita masih sama-sama orang timur di dalam
hati saya mencari pembelaan.
Akhirnya
saya masuk juga kedalam pesawat, ini akhirnya yang kedua yang terbesik didalam
hati. Saya duduk di kursi paling depan, ini pengalaman pertama duduk di paling
depan, berhadapan dengan Pramugari dan pintu darurat. Saya berpikir jika
terjadi situasi emergency mungkin
saya hanya akan menyelamatkan Pramugarinya, mungkin itu akan menjadi kisah yang
menarik ketimbang tidak ada sama sekali yang selamat. Sesekali dia menangkap
mataku yang menatapnya, dia mungkin sudah mulai curiga dengan apa yang saya
pikirkan atau mungkin dia sudah terbiasa dengan tatapan-tatapan. Setelahnya
saya mulai tertidur dan melupakan rencana penyelamatan yang tidak mungkin
terjadi itu, saya berharap tidak ada kisah yang menyenangkan di balik bencana.
Setelah dua
jam berlalu kami mendarat mulus di bandara Eltari, saya melirik keluar jendela,
saya penasaran seperti apa bandara International Eltari. Bandara ini ternyata
masih dalam proses pembangunan baik gedung dan landasan, suara gurindam lebih
ramai daripada suara-suara manusia-manusia yang beraktivitas disana. Mungkin
setelah dua tahun kemudian saya mengunjunginya lagi bandara ini akan menjadi
salah satu bandara terbaik di negeri ini. Beberapa turis juga terlihat menunggu
bagasi, beberapa orang turis menenteng peralatan surfingnya dan ya pada akhinya
saya menginjakan kaki di kota kupang. Kota kupang adalah basecamp kami, setelahnya kami akan ke banyak tempat di NTT, di Bandara
Eltari saya sudah sedikit mendapat gambaran seperti apa orang-orang yang akan
saya temui nantinya.
Setelah
menunggu beberapa bagasi, saya di jemput Ibu Lia, seorang ibu yang baik dan
pekerja keras yang bertugas di kantor cabang wilayah Kupang. Ibu lia menjadi
beberapa ibu-ibu yang menurut saya baik, sosok ke ibuanya begitu kental, dan
selama beberapa bulan di kupang ia menjadi orang paling berjasa membantu kami
mengurusi segala sesuatu yang kami butuhkan. Ibu-ibu seperti ini pada akhirnya
menjadi refernsi bujang seperti saya dalam memikirkan pasangan hidup kedepanya,
hehehe.
Saya di
antar ke Kantor cabang dan bertemu beberpa team yang tidak asing, saya pernah
bertemu beberapa dari mereka sebelumnya. Kantornya diluar ekspektasi saya,
awalnya saya membayangkan orang-orang bepakaian formal dan berwajah garang.
Namun ini sungguh luar biasa, ini seperti rumah yang nyaman, dinamika kehidupan
berjalan menyenangkan, awalnya saya menjadi orang baru dan kemudian mulai akrab
ke semua team. Dalam suasana keragaman seperti ini saya selalu menanamkan
toeransi, saya tidak ingin menjadi magnet yang hanya memihak pada satu sisi,
saya ingin menjadi kedua tangan yang merangkul.
Pada
akhirnya, setelah perjalanan yang luar biasa, sesuatu yang baru sealau luar
biasa, saya menyerah juga menjadi manusia tidak normal, saya merebahkan badan
di kasur dan berharap bangun dengan cerita yang lebih mendebarkan.
Muh. Fajri
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar