Mengenang kenangan, aku menulis apa adanya, saat itu bahkan hingga sekarang aku masih belajar menulis. aku menulis ini kala itu, kisah-kisah yang mungkin sekarang mengajakku kembali pada masa-masa itu. aku menulis tentang satu-satunya nenek yang kami cintai. teramat bagiku aku sangat mencintainya. ia yang selalu memberi nasehat lebih dari siapapun, ia yang selalu memarahi lebih dari siapapun.
ia sekarang hanya terbaring diranjang sederhana itu, atau duduk dikursi malas itu. sudah setahun, hari yang tua kini semakin tua dan bertambah dengan bertambahnya hari. tak berdaya, aku merasakan kesedihan itu, ataupun kegembiraan kala semua anak dan cucunya selalu mendampinginya. tetaplah berbahagia nenekku.
catatan ini pada tahun 2014 silam. aku masih duduk di universitas. kala itu mungkin aku sedang merindukannya atau mungkin ia baru saja menasehatiku dengan gaya khas itu. ia seorang yang pemarah namun menyayangi kami. iya, ialah nenek kami.
12/09/2017
12
January 2014
Wajahnya tak secantik
seperti dulu lagi saat ia masih muda, kini kulit mukanya mulai keriput,
tubuhnya tak sekuat yang dulu, ia mulai sakit-sakitan, rambutnya yang dulu
hitam alami dan indah kini mulai kusam dan beruban, ia mengerti bahwa nikmat
yang diberikan oleh Sang Maha Kuasa telah diambil sedikit demi sedikit seiring
bertambahnya usia, ia menyadari bahwa umurnya semakin bertambah, masa tua telah
menghampirinya kini.
Aku melihat bekas-bekas
perjuangan di tubuhnya yang mulai membungkuk, aku melihat raut wajah kesusah
akan kehidupan yang tergambar di wajahnya, dan aku bisa melihat raut wajah
gembira tergambar diwajahnya kini, tak bisa ku prediksikan kapan semua itu
menghampirinya. semuah nampak berubah jika dilihat dari fisiknya, tapi ada yang
tak pernah berubah darinya hingga kini, Hatinya dan Jiwanya yang begitu besar.
Ia kini sebatang kara
dirumah tempat ia berjuang bersama suaminya untuk menyambung kehidupannya
bersama anak-anak mereka, ia tak menyangka suaminya mendahuluinya ketika semua
cita-cita mereka telah tercapai, ia tak menyangka tak bisa menghabiskan
nikmatnya hari tua mereka setelah lelah berjuang untuk menyekolahkan dan
mendidik anak-anak mereka hingga sukses.
Baginya Kebahagiaan
bukanlah uang dari harta anak-anaknya yang telah sukses, baginya kebahagiaan
adalah dimana ia melihat perjuangannya berbuah manis, dan anak-anaknya bisa
sukses dan berguna bagi masyarakat dan bisa membuat ia tersenyum dihari tuanya
kini. bukan lagi uang yang ia pikirkan kini. ada yang lain dsenyum manisnya
kini, itu karna ia tidak bisa melewati hari tuanya bersama suaminya, ia tidak
bisa menceritakan dongeng-dongeng kehidupan bersama suaminya kepada cucu mereka
di hari tuanya.
Aku melihatnya lebih senang
menyendiri dirumahnya ketimbang pergi tinggal bersama anaknya yang telah
berkeluarga, mungkin orang akan berpendapat bahwa ia tidak ingin mengganggu
kebahagiaan anaknya bersama istrinya. tapi aku beranggapan lain ia ingin
mengenang kisah perjuangannya dirumah ini. tak akan ada lagi tempat yang bisa
bercerita banyak tentang kehidupannya dulu selain rumahnya, tak akan ada lagi
tempat yang bisa melukiskan perjuangannya bersama suaminya selain tempat ini
rumahnya. mungkin rumah ini tak semegah rumah anak-anaknya tapi rumah ini
sejarah bagi hidupnya di dunia.
Aku sering di nasehatinya
ketika hendak berangkat untuk merantau menuntut ilmu ia selalu berkata,
"Nak jika engkau berada dirantau Lihatlah tulisan yang ada dikertas jangan
dulu engkau melihat bedak yang ada di wajah wanita-wanita yang engkau temui.
umurku mungkin tak akan lama lagi, mungkin saja engkau tidak akan melihatku
lagi ketika engkau akan kembali lagi kesini". hati tersentak kaget, lalu
aku menjawabnya "Nek aku akan melakukannya, dan nek aku akan kembali lagi
ke tempat ini ketika aku sukses nanti, dan nanti nenek akan tersenyum lebar
seperti melihat kesuksesan anak-anakmu dahulu. iapun tersenyum.
Muh.Fajri Salam
12-Januari-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar