MEMAKNAI SEJARAH




***
Memaknai sejarah, ada yang bilang tau bukan berarti memahaminya. Kebanyakan dari kita hanya sebatas mengetahui sejarah lalu menyambutnya juga merayakannya dalam bentuk seremonial-seremonial yang sibuk. Tidak semua memahaminya termaksud saya. Momen sumpah pemuda kemarin berlalu begitu saja secepat kilat. Sehari yang begitu sibuk semua memasang badan di baris terdepan memasang diri sebagai pelaku sejarah dihari itu. Benar seperti yang dikatakan bapak Proklamator Indonesia bahwa Bangsa yang hebat adalah Bangsa yang tidak melupakan sejarahnya. Kali ini adalah sejarah perjuangan pemuda dalam menyatukan Bangsa.

Tiga pilar yang merupakan hasil kongres pemuada yang kedua di Batavia pada tanggal 27-28 oktober 1928 yang dipimpin oleh pemuda Soegondo Djodjopoespito dari PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia). 89 tahun yang lalu, bahkan Bangsa ini masih dijajah oleh Negara-Negara lain. Tiga pilar yang menyatukan Bangsa dari berbagai suku-suku yang tersebar dikepulauan-kepulauan Bangsa ini. Dan tiga pilar penting yang melahirkan perjuangan bersama demi kemerdekaan hakiki Bangsa ini.

SUMPAH PEMUDA

Pertama: Kami Putra Dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Air Indonesia.

Kedua: Kami Putra Dan Putri Inidonesia Mengaku Berbahasa Yang Satu, Bahasa Indonesia.

Ketiga: kami Putra Dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan. Bahasa Indonesia.

Yang pertama adalah darah yang satu yakni tanah air Indonesia. Terlepas dari isu-isu bercetak tebal di media massa akhir-akhir ini mengenai pernyataan pribumi, kata pribumi aku pernah membacanya di buku-buku sejarah kemerdekaan Indonesia, kala itu yang terjajah adalah kalangan pribumi, kala itu yang berjuang adalah kalangan pribumi dan mereka yang menjajah itulah yang bukan pribumi. Sekarang aku sebagaiman pilar pertama sumpah pemuada akupun dengan yakin mengakui bahwasanya bertumpah darah yang satu, Tanah air Indonesia. Dan sandangan status pribumi aku pakai sebagai kalangan yang terjajah di Negara sendiri. Bangsa ini mutlak sudah merdeka dari penjajahan 72 tahun silam. Namun setelah itu tidak ada lagi persatuan diantara pemuda sehingga tanpa disadari kita terjajah dalam aspek yang berbeda.

Bangsa ini adalah Bangsa yang Kaya kata Bung Karno. Betul aku sangat sependapat, kekayaan Negara ini melimpah ruang dari lautan hingga daratan. Ada lirik lagu bersenandung “orang bilang tanah kita tanah surga” betul akupun tinggal dipulau surga dikepulauan Wakatobi. Namun kita masih terjajah itu sudah menjadi rahasia umum, kita tertinggal dari bagsa lain bukan berarti kita bodoh dan terbelakang. DiNegara ini yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin yang pintar semakin pintar yang  bodoh semakin bodoh katanya dan mudah-mudahan kita masuk didalam kalangan yang sadar akan semua itu. Kita terjajah oleh orang-orang didalam Bangsa kita sendiri. Kita saling menjunjung kepentingan masing-masing, pertanyaanya seberapa besar kepentingan kita, tentunya kita masih dimanfaatkan oleh kepentingan orang lain.

Lalu pilar yang kedua dan ketiga adalah pengakuan dan junjungan bahasa persatuan yang satu yakni bahasa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahasa adalah alat yang vital dalam berkomunikasi diNegara Indonesia. Namun sayangnya bahasa itu tidak sesakti bahasa International. Bayangkan saja ketika anda melakukan perjalanan keluar negeri salah satu dari yang paling penting adalah bahasa. Kita menggunakanya untuk berkomunikasi dengan Bangsa lain. dan seolah menjadi kewajiban kita untuk menguasai bahasa International tersebut. lalu sebaliknya orang-orang dari luar Negeri berkunjung keNegara kita bahasa yang digunakan  untuk berkomunikasi tetap saja bahasa Inggris bukan bahasa Indonesia. Mainset kita masih terjajah dengan kehebatan Bangsa barat, berpikir rendah dihadapan Bangsa barat. 

Diera globalisasi seperti ini jelas dari bahasa kita kalah telak karena bahasa yang kita gunakan sebai alat komunikasi adalah bahsa International. Namun tentu saja tidak seharusnya mengecilkan bahasa Indonesia ditanah air kita sendiri, siapapun yang masuk kewilayah negeri ini sudah seharusnya mengetahui bahasa Bangsa kita, dan itu adalah sebuah kehormatan untuk Bangsa kita. Aku membaca sedikit tentang Era Globalisasi, katanya diera Globalisasi ini bagaikan hidup bersama disebuah kapal dan masing-masing mempunyai tempat tersendiri di kamar-kamar kapal tersebut. Kita berlayar bersama disebuah kapal namun dimana tempat kita dikapal tersebut kita sebagai apa.? Ap iya kita menjadi buruh kapal tersebut.? Bisa iya bisa tidak karena mereka masih menganggap kita sebagai Negara kuli.

Diera millennia ini sejarah hanya kita gunakan sebagai penghias status facebook, hanya mengumbar kata-kata tapi tidak mengumbar makna-makna yang kita pahami sehingga memicu syaraf-syaraf otak untuk sedikit marah akan keaadaan. Setiap  orang memang memiliki masanya sendiri dan semoga kita tidak menjadi generasi yang menjerumuska kembali Bangsa ini kedalam masa-masa penjajahan. Mungkin beberapa orang akan merasa geli hingga tertawa terbahak-bahak mendengar kata bahwa kita terjajah kembali. 250 tahun ditambah 2 tahun bukan sebuah angka mutlak yang menyatakan kita sudah cukup dan tidak mungkin lagi dijajah.

Kepentingan masih ada begitupula kesempatan, tanpa persatuan dari pemuda-pemuda, Bangsa ini akan semakin lemah. Kita semestinya berkaca dari Negara-nega ditimur tengah yang terjajah karena kita sama-sama Negara yang Kaya Raya.

Morowali 2017-10-28
Muh. Fajri Salam

Tidak ada komentar:

Popular