***
Memaknai
sejarah, ada yang bilang tau bukan berarti memahaminya. Kebanyakan dari kita
hanya sebatas mengetahui sejarah lalu menyambutnya juga merayakannya dalam
bentuk seremonial-seremonial yang sibuk. Tidak semua memahaminya termaksud saya.
Momen sumpah pemuda kemarin berlalu begitu saja secepat kilat. Sehari yang
begitu sibuk semua memasang badan di baris terdepan memasang diri sebagai
pelaku sejarah dihari itu. Benar seperti yang dikatakan bapak Proklamator
Indonesia bahwa Bangsa yang hebat adalah Bangsa yang tidak melupakan
sejarahnya. Kali ini adalah sejarah perjuangan pemuda dalam menyatukan Bangsa.
Tiga pilar
yang merupakan hasil kongres pemuada yang kedua di Batavia pada tanggal 27-28
oktober 1928 yang dipimpin oleh pemuda Soegondo Djodjopoespito dari PPPI (Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia). 89 tahun yang lalu, bahkan Bangsa ini masih dijajah
oleh Negara-Negara lain. Tiga pilar yang menyatukan Bangsa dari berbagai
suku-suku yang tersebar dikepulauan-kepulauan Bangsa ini. Dan tiga pilar
penting yang melahirkan perjuangan bersama demi kemerdekaan hakiki Bangsa ini.
SUMPAH PEMUDA
Pertama: Kami Putra Dan Putri Indonesia Mengaku
Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Air Indonesia.
Kedua: Kami Putra Dan Putri Inidonesia
Mengaku Berbahasa Yang Satu, Bahasa Indonesia.
Ketiga: kami Putra Dan Putri Indonesia Menjunjung
Bahasa Persatuan. Bahasa Indonesia.
Yang pertama
adalah darah yang satu yakni tanah air Indonesia. Terlepas dari isu-isu
bercetak tebal di media massa akhir-akhir ini mengenai pernyataan pribumi, kata pribumi aku pernah membacanya di
buku-buku sejarah kemerdekaan Indonesia, kala itu yang terjajah adalah kalangan
pribumi, kala itu yang berjuang adalah kalangan pribumi dan mereka yang
menjajah itulah yang bukan pribumi. Sekarang aku sebagaiman pilar pertama
sumpah pemuada akupun dengan yakin mengakui bahwasanya bertumpah darah yang
satu, Tanah air Indonesia. Dan sandangan status pribumi aku pakai sebagai
kalangan yang terjajah di Negara sendiri. Bangsa ini mutlak sudah merdeka dari penjajahan
72 tahun silam. Namun setelah itu tidak ada lagi persatuan diantara pemuda
sehingga tanpa disadari kita terjajah dalam aspek yang berbeda.
Bangsa ini
adalah Bangsa yang Kaya kata Bung Karno. Betul aku sangat sependapat, kekayaan Negara
ini melimpah ruang dari lautan hingga daratan. Ada lirik lagu bersenandung
“orang bilang tanah kita tanah surga” betul akupun tinggal dipulau surga
dikepulauan Wakatobi. Namun kita masih terjajah itu sudah menjadi rahasia umum,
kita tertinggal dari bagsa lain bukan berarti kita bodoh dan terbelakang. DiNegara
ini yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin yang pintar semakin
pintar yang bodoh semakin bodoh katanya
dan mudah-mudahan kita masuk didalam kalangan yang sadar akan semua itu. Kita
terjajah oleh orang-orang didalam Bangsa kita sendiri. Kita saling menjunjung
kepentingan masing-masing, pertanyaanya seberapa besar kepentingan kita,
tentunya kita masih dimanfaatkan oleh kepentingan orang lain.
Lalu pilar
yang kedua dan ketiga adalah pengakuan dan junjungan bahasa persatuan yang satu
yakni bahasa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahasa adalah alat yang vital
dalam berkomunikasi diNegara Indonesia. Namun sayangnya bahasa itu tidak
sesakti bahasa International. Bayangkan saja ketika anda melakukan perjalanan
keluar negeri salah satu dari yang paling penting adalah bahasa. Kita
menggunakanya untuk berkomunikasi dengan Bangsa lain. dan seolah menjadi
kewajiban kita untuk menguasai bahasa International tersebut. lalu sebaliknya
orang-orang dari luar Negeri berkunjung keNegara kita bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi tetap saja
bahasa Inggris bukan bahasa Indonesia. Mainset kita masih terjajah dengan
kehebatan Bangsa barat, berpikir rendah dihadapan Bangsa barat.
Diera
globalisasi seperti ini jelas dari bahasa kita kalah telak karena bahasa yang
kita gunakan sebai alat komunikasi adalah bahsa International. Namun tentu saja
tidak seharusnya mengecilkan bahasa Indonesia ditanah air kita sendiri,
siapapun yang masuk kewilayah negeri ini sudah seharusnya mengetahui bahasa Bangsa
kita, dan itu adalah sebuah kehormatan untuk Bangsa kita. Aku membaca sedikit
tentang Era Globalisasi, katanya diera Globalisasi ini bagaikan hidup bersama
disebuah kapal dan masing-masing mempunyai tempat tersendiri di kamar-kamar
kapal tersebut. Kita berlayar bersama disebuah kapal namun dimana tempat kita
dikapal tersebut kita sebagai apa.? Ap iya kita menjadi buruh kapal tersebut.?
Bisa iya bisa tidak karena mereka masih menganggap kita sebagai Negara kuli.
Diera
millennia ini sejarah hanya kita gunakan sebagai penghias status facebook,
hanya mengumbar kata-kata tapi tidak mengumbar makna-makna yang kita pahami
sehingga memicu syaraf-syaraf otak untuk sedikit marah akan keaadaan.
Setiap orang memang memiliki masanya
sendiri dan semoga kita tidak menjadi generasi yang menjerumuska kembali Bangsa
ini kedalam masa-masa penjajahan. Mungkin beberapa orang akan merasa geli
hingga tertawa terbahak-bahak mendengar kata bahwa kita terjajah kembali. 250
tahun ditambah 2 tahun bukan sebuah angka mutlak yang menyatakan kita sudah
cukup dan tidak mungkin lagi dijajah.
Kepentingan
masih ada begitupula kesempatan, tanpa persatuan dari pemuda-pemuda, Bangsa ini
akan semakin lemah. Kita semestinya berkaca dari Negara-nega ditimur tengah
yang terjajah karena kita sama-sama Negara yang Kaya Raya.
Morowali 2017-10-28
Muh. Fajri Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar