TRAVELING PART 3



MULUT TUHAN
2014

Tiga tahun silam ditanah karaeng. Masa kuliah yang dipenuhi perjalanan, dan perjalanan juga merupakan pelajaran berharga. Jadwal kuliah yang padat. Teori-teori dari berbagai Professor ternama menghiasi hari-hari yang membosankan. Banyak masyarakat di Era milineal menyalahkan kurikulum yang berganti-ganti setiap pergantian Mentri, dimana jika melihat Negara Skandanavia yang mengurangi pelajaran diruang-ruang kelas yang membosankan dan mementingkan peningkatan kreativitas dan inovasi para pelajarnya. Tidak bisa dipungkiri kejenuhan yang menyeretku ke dalam perjalanan-perjalanan yang  menyenangkan.

Traveling siapa yang tidak tergiur untuk keluar dari kursi-kursi panas di dalam ruangan yang pengap. Begitupun sebabnya aku harus keluar dan melakukan sedikit perjalanan. Pegunungan saya rasa adalah perjalanan yang ideal saat itu. Pegunungan sudah tertanam rapi di mainsetku sejak masih duduk dibangku-bangku SD dimana aku dengan gampang menggambarkan kehidupan pesisir pantai lengkap dengan berbagai macam coral dan nelayan hingga ikan didalam lautan biru nan jernih. Tidak lupa pula aku gambarkan pegunungan dan matahari yang tersenyum diatas langit yang cerah. Namun gunung-gunung yang tidak kupahami, saat itu aku hanyalah seorang anak di pesisir pantai Wakatobi.

Aku terobsesi dengan keindahan gunung Bawakaraeng kala itu. Beberapa hari aku habiskan untuk membaca literature tentang gunung ini. Mulai dari rute yang aman untuk dilalui, waktu yang ideal, perlengkapan yang wajib hingga tidak wajib untuk dibawa, suhu udara dikala kemarau hinga musim penghujan serta kehidupan masyarakat yang ramah di dusun Lembanna. Beberapa kali aku sengaja membahas topic tentang bawakaraeng kepada beberapa teman yang sudah melakukan pendakian digunung ini, sengaja aku lakukan untuk mendapatkan informasi yang mendukung perjalanan ini. Dan dari keseluruhan hasilnya tetap sama adalah keindahan dari sang Maha Kuasa yang memperlihatkan secuil KeMaha Sempurnahanya.

Dan juga yang membuatku semakin tertarik adalah Samudra Awan. Diatas ketinggian 2800 jelas sesuatu hal yang lazim menyaksikan gumpalan-gumpalan awan yang memesona layaknya samudra dilautan, samudrah putih. Jika beruntung kita akan mendapatinya kata seorang teman. Dibeberapa kesempatan pendakian kita mendapati keindahan awan-awan yang menyerupai samudra terhampar luas diatas langit, tidak kalah dengan menyaksikan matahari terbit atau terbenam dilautan, diatas sana keindahannya berlipat-lipat ganda hingga tidak mampu dilipat lagi, seorang teman berkisah kala itu.

Aku hanyalah seorang yang kurang kerjaan, berjalan kesana kemari dengan tujuan tentunya. Tiga tahun silam aku mengabadikanya. Sebuah catatan perjalanan sederhana menjadi sejarahah yang tetap terjaga. Hanya beberapa penggal tulisan yang masih membuatku rindu akan suasananya. Kala itu aku mendakinya dengan seorang teman, hanya seorang teman perjalanan yang mempunyai tujuan yang sama, sebatas itulah sebuah hubungan pertemanan dimana kita  mempunyai masing-masing kepentingan. Lalu semoga kelak jika mendakinya lagi seseorang teman memiliki kepentingan yang sama pula. 


Mengenang sepenggal perjalanan..
Selamat Membaca



Bawakaraeng ( Mulut Tuhan )

Perjalanan Ke Gunung Bawakaraeng (Mulut Tuhan)


                                                                                               Foto Bawakaraeng Google

Seperti halnya mimpi yang terkabulkan, seperti halnya sakit keras yang pulih, pagi itu matahari terbit dengan perkasa menyinari alam raya, memberi asupan energi dan semangat-semangat lebih kepada mahluk hidup dialam raya ini melalui cahayanya, Terlebih untukku energi yang bertamabah dan semangat yang berlipat-lipat ganda karena hari penantian untuk mendaki ke-gunung Bawakaraeng akan segera terrealisasi.

Tidak begitu berlebihan jika aku sangat mengagumi  dan ingin mendaki digunung ini. Bawakaraeng adalah salah satu gunung yang terletak di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, Bawa yang artinya Mulut dan Karaeng yang artinya tuhan jadi Bawakaraeng  diartikan sebagai Mulut Tuhan, Konon kabarnya Gunung ini merupakan tempat pertemuan para wali, dan biasanya tepat pada tanggal 10 Zullhijjah sebagian masyarakat yang mempunyai keyakinan, melakukan ritual ibadah haji diatas puncak gunung bawakaraeng.

Pagi itu tak ada alasan lagi untuk menunda perjalan untuk mendaki kegunung ini, dengan semangat yang membumbung tinggi segera kupersiapkan perlengkapan-perlengkapan pendakian yang kumiliki, mulai dari hal yang sederhana sampai kehal yang paling penting, dan tentunya harus safety karna keselamatan dan kenyamanan dalam perjalanan adalah hal yang paling penting yang diyakini oleh beberapa orang pendaki.

Entah suplemen apa yang dibagikan oleh matahari pagi tadi, bisa kukatakan tak ada yang mengalahkan semangatku pagi ini. Akhirnya perjalanan kami mulai, perjalanan menuju kaki gunung bawakaraeng memakan waktu dua jam mengendarai sepeda motor  jika star dari kota Makassar tempatku saat ini. kami star pukul 15:00 jalan yag dilalui menanjak dan melewatii tempat wisata Malino yang banyak dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan. waktu menunjukan 17:00 kami tiba di desa Lembanna, desa yang terletak dibawah kaki gunung Bawakaraeng, masyarakat disini sangatlah ramah kepada para pendaki.

Udara dibawah kaki gunung ini sangatlah dingin, sedikit aneh sebenarnya padahal ini masih musim kemarau, bahkan lebih dingin dibanding dimusim hujan. Setelah bertanya kepada tuan rumah Tata, tempat kami singgah, katanya memang kalau dimusim kemarau udara disini sangatlah dingin, bahkan angin sewaktu-waktu bisa sangat kencang. Setelah sholat ashar, kami memutuskan untuk segera pamit kepada Tata dan memulai pendakian.


Tugu Pendakian, jalur Bawakaraeng dan tata tertib pendakian, bagi yg yg belum pernah mendaki di bawakaraeng seharusnya melihat dan menelaah informasi di tugu ini

Waktu Menunjukan pukul 17:50 kami mulai berjalan untuk mendaki Bawakaraeng. Bawakaraeng memiliki ketinggian 2.845 mDPL dan puncaknya terletak di pos ke-10, Pendakian biasanya memakan waktu sembilan sampai sepuluh jam sampai kepuncak, namun karna kami melakukan perjalanan pada malam hari maka kami harus menginap di pos ke-5, pos ini berada di ketinggian 2.165 mDPL biasanya menjadi tempat persinggahan pertama karena memiliki sumber air yang cukup.

Matahari mulai tenggelam meninggalkan hari yang sangat cerah dan menjadi sejarah, gelap perlahan mulai merayap menutup pandangan, keheningan, suara-suara angin yang bising menemani para pejalan., nampak ada beberapa kelompok pendaki yang mulai berjalan bersama kami, awalnya tak saling mengenal, namun inilah perjalanan, para pejalan selalu ramah, kontras dengan kehidupan dan pemberitaan dimedia masa yang menggambarkan tentang ketidak ramahan dan kekacauan di sulawesi khususnya makassar, perjalanan selalu membuka kebenaran, bahwa pemberitaan itu semua sangatlah berlebihan.

Kegelapan malam menemani perjalanan menuju pos ke-5, headlamp mulai kami nyalakan dan cahanya sedikit membelah kegelapan malam yang sombong, sedikit memberi kami ruang untuk melihat jalur yang akan kami lalui. Jantung mulai memompa dengan sangat kencang, nafas mulai saling mengejar tak karuan, otot-otot kaki dan punggung mulai akrab bersahabat berjalan mendaki dan mengangkat beban carrier 80 L dipundak. setidaknya lemak dalam tubuh mulai tak nyaman, baju mulai basah oleh keringat dan tubuh menjadi hangat mengalahkan dinginnya hawa malam yang ingin menghentikan perjalanan ini. Yah,, inilah perjalanan.!

Terkadang tubuh berhenti memberi ruang untuk mengambil nafas, lalu berjalan kembali. Perjalanan adalah tentang kesabaran dan perjuangan untuk menggapai titik keindahan. Nyaris 3 jam berjalan akhirnya kami sampai di Pos ke-5 bawakaraeng, tenda-tenda pendaki nampak telah nampak berdiri kokoh di pos ini. Tidak menunggu waktu yang lama kami segera mencari tempat untuk  membangun tenda, mendirikan tenda lalu mulai membongkar isi carrier mencari snack, kopi, dan makan malam di pos ke-5 ini.

Angin sangat berjaya di pos ke-5 ini, sangat kencang dan hembat, membawa hawa dingin yang mengetarkan setiap mili tulang-tulang, malam tak bersahabat, aku hanya bisa menikmati kopi darat di dalam tenda tanpa bisa melihat milyaran bintang yang bertaburan di langit, seperti di kolong langit kata seseorang sahabatku, namun aku tak bisa menikmati mahakarya bintang-bintang malam ini, yang bisa dilakukan hanyalah mengistrahatkan badan, memulihkan tenaga untuk berjalan kembali dikeesokan hari.

***

Matahari pagi menyapa kembali, pagi ini tepat jam 06:00, kami mulai bergegas membereskan tenda, dan kembali pecking, setelah menyantap sarapan pagi dan tak lupa meminum kopi sebagai suplemen penambah daya gedor tubuh ini, kami mulai berjalan setelah memastikan tak ada yang dilupakan di pos ke-5, tujuan kami selanjutnya pos ke-9 tempat sumber air dan camp berikutnya, sebenarnya pos ke-10 dan pos ke-11 ada sumber air namun karna musim kemarau jadi airnya kering sehingga kami hanya bisa mendirikan tenda dipos ke-9.

Perjalanan kami mulai kembali jam tangan menunjukan pukul 09:00, kali ini matahari yang sangat terik menemani perjalanan, matahari kian tinggi dan kian panas, namun inilah gunung hawa dingin selalu mengalahkan panasnya matahari yang perkasa, perjalanan memakan waktu lima sampai tujuh jam untuk sampai di puncak, seperti yang kami perkirakan kami sampai di pos ke-9 pada pukul 03:00, pos ke-9 memiliki ketinggian 2.628 mDPL. tak membuang-buang waktu kami mulai mendirikan tenda di pos ke-9, setelah tenda selesai dibangun, sedikit memakan cemilan yang tersisa kami menunggu waktu yang tepat untuk naik ke puncak untuk menyaksikan megahnya matahari terbenam di alam gunung Bawakaraeng.


Perjalanan ke Pos 9, Jalan menanjak

Tepat pukul 16:30 kami kembali  mulai menyusuri jalan untuk menuju puncak yang terletak dipos ke-10, indahnya karya tuhan mulai tergambar diperjalanan menuju puncak, setelah sampai dipuncak, tubuh ini seperti terhipnotis dengan Maha karya Alam Raya yang sempurnah ini, gulungan awan tertata rapi, bak samudra diatas awan, rasa pegal seketika hilang dari tubuh ini, sungguh indah ciptaan Allah, Tak lupa mengucapkan syukur dan pujian-pujian kepada Allah Sang Pencipta Maestro di Alam Raya ini, seperti biasa tak membuang-buang waktu Kuabadikan momen berharga ini lewat kamera sederhana yang selelalu menemaniku, Mari mengabadikan momen kata sahabatku yang di ikuti oleh kelompok pendaki lainnya..!
Tugu Triangulasi Puncak Bawakaraeng 2.845 mDPL

            Indah dan sangat mengagumkan menyaksikan matahari terbenam ketempat peristrahatannya setelah iya sehariah tak pernah lelah memberikan asupan energi dan semangat lebih kepada kami para pejalanan. Sangat indah tak bisa kugambarkan dengan kata-kata apapun. Setelah gelap malam mulai mendekati kami lagi dan menutup pandangan kami, beruntung malam ini angin tak kencang, namun hawa dingin selalu mencekik badan ini, tak apalah yang penting aku bisa menghabiskan malam ini dengan meminum kopi darat lalu menyaksikan milyaran bahkan triliunan bintang – bintang sesak memenuhi langit, indah bak dikolong lagit, kurasa inilah klimaksnya.!!! Sungguh Indah ciptahanmu wahai  sang Pencipta, Semoga Engkau memberikan waktu lagi kembali ketempat indah ini.

RUTE

Gunung Bawakaraeng bisa ditempuh dengan menggunakan sepeda Motor atau dengan menggunakan mobil, berkendara dari kota Makassar menuju dusun lembanna yang terletak di Kota Bunga Malino Kabupaten Gowa kurang lebih menghabiskan waktu 3 jam tentu dengan beberapa kali istrahat. Sepanjang perjalanan kita bisa istrahat dimana saja, masyarakat diwilayah ini merupakan masyarakat yang ramah kepada para pejalan.

Waktu pendakian gunung bawakaraeng kurang lebih 9 sampai 10 jam jika langsung mendaki kepuncak gunung dan melkukan perjalanan dari pagi hingga petang. Biasanya para pendaki lebih memilih mendaki di jumat sore dan bermalam dipos 5 yang memiliki area camp yang lapang dan sumber air yang melimpah. Lalu melanjutkanya di sabtu pagi dan bertenda di pos 8, 9, atau 10. Namun jika dimusim kemarau kebanyakan orang lebih memilih bertenda di pos 8 dan 9 karena dipos 10 tidak memiliki cadangan air yang banyak. Dan menuruni gunug di minggu pagi hingga siang atau sore hari.

Gunung Bawakaraeng memiliki 10 pos, untuk informasi ketersediaan air terpampang jelas pada tugu dan rute pendakian dipintu masuk jalur pendakian. Gunung Bawakaraeng merupakan daerah yang rawan kebakaran di musim kemarau sehingga diharapkan untuk selalu berhati-hati. Untuk jalur pendakian sama halnya dengan pegunungan-pegunungan tropis lainnya. Jalur terpanjang ada padu alur pos 7 menuju pos 8. Suhu di gunung  ini sangat dingin dan sudah banya kisah kejadian Hipotermia jadi diharapkan untuk selalu safety demi keselamatan.

Terakhir jangan lupa berdoa kepada Allah SWT  sebelum melakukan perjalanan demi keselamatan perjalanan.


MUH. FAJRI SALAM
KOTA DAENG




Tidak ada komentar:

Popular