(foto Blok Mahakam. sumber Google)
***
Orang bilang
tanah kita adalah tanah surga itulah pepatah yang sering kita dengar semasa
kecil. Pikiran kita telah mempercayai kekayaan bumi Ibu Pertiwi semenjak
kanak-kanak, namun dewasa ini kebanyakan dari kita tidak percaya lagi akan
sandangan tanah surga Ibu Pertiwi. Sejatinya kekayaan alam Negeri kita melimpah
ruah itu dibuktikan dengan banyaknya perusahaan-perusahaan yang menanamkan
investasi ditanah surga ini. Kita hampir punya segalahnya dari sector Migas, Batubara,
Nikel, Emas.
Sector Migas
jelas menjadi urat nadi kehidupan Ibu Pertiwi. Kita merupakan Negara keseblas
yang menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Dengan kata lain Negara lainpun
bergantung pada kita, tidak heran Negara ini masuk dalam anggota negara-negara
pengeksport minyak (OPPEC). Sector Migas juga berpengaruh pada pendapatan
Negara dan kesejahteraan Bangsa, kita bisa bercermin pada Negara-negara kaya di
Timur tengah karena kita sama-sama Negara yang kaya raya.
Namun
sayangnya minyak dan gas bumi yang merupakan urat nadi Ibu Pertiwi merupakan
sumber energy yang tidak terbaharukan, ini berarti bisa saja akan habis
terpakai atau saja tidak mencukupi lagi kebutuhan masyarakat. Seperti halnya
yang terjadi pada Era Millenia ini yakni Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) 2016 menyebut bahwa
produksi minyak bumi Indonesia hanya 831.000 barrel per hari. Angka itu, jauh
dari kebutuhan nasional yang mencapai 1,6 juta barrel per hari.
Sebelum
melangkah lebih jauh alangkah lebih baik kita mengenali sector Migas ini
terlebih dahulu, minyak dan gas bumi terbentuk dari fosil-fosil tumbuhan, hewan
dan organism yang telah mati jutaan
tahun yang lalu dan terperangkap jauh didalam lapisan bumi. Itulah sebabnya
jika melihat proses pemboran sumur minyak dan gas bumi bisa mencapai kedalaman
2000 hingga 3000 meter dibawah lapisan permukaan bumi. Minyak dan gas selalu
berada pada bagian yang sama, gas yang memiliki unsur hydrocarbon tercampur
didalam kandungan minyak yang masih mentah namun karena unsur gas lebih ringan
daripada minyak bumi maka gas berada diatas lapisan minyak bumi pada susunan
reservoir. Itulah sebabnya dalam proses pemboran dan produksi gaslah yang
pertama keluar dan dialirkan pada kilang-kilang minyak dan gas bumi.
Pada awalnya
gas selalu dibakar habis karena minimnya teknologi pada masa itu dan minyak
bumilah yang diangkut setelah kandungan gas yang keluar dari sumur telah habis
dibakar. Namun sekarang dengan sumber daya minyak bumi yang semakin tipis
dikarenakan konsumsi minyak bumi dan cadangan yang tidak mencukupi, disinilah
baru disadari pentingnya menggunakan energy lain untuk mengurangi penggunaan
minyak bumi. negara-negara maju didunia juga berpikir untuk mengganti minyak
bumi dengan menggunakan gas bumi yang dipandag lebih ramah lingkungan dan masih
mempunyai cadangan yang banyak.
Minyak dan
gas bumi memiliki manfaat yang sama yakni sebagai bahan baku pembakaran yang
membedakan hanyalah unsur-unsur kimianya. gas yang sebagian besar adalah Metana
(CH4) memiliki sifat yang mudah menguap sehingga dalam proses produksi , gas
biasanya dicairkan menjadi LNG (Liquit Natural Gas) dan LPG (Liqut Petrolium
Gas). Di Indonesia penggunaan minyak bisa dikatakan sangat tinggi dibandingkan
penggunaan gas bumi, sebut saja PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang
menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakarnya, dan kebanyakan penggunaan gas
digunakan pada industry pabrik pupuk dan juga bahan bakar rumah tangga seperti
LPG.
***
Cadangan gas
alam Indonesia terbagi hampir merata diseluruh wilayah, mulai dari aceh hingga
papua barat, sebut saja PGN, PT.Pertamina, LNG Tangguh, PT. Nusantara Regash,
Blok Mahakam dan juga beberapa perusahaan Luar Negeri seperti Chevron Pasific.
Tentunya itu merupakan nama-nama yang tidak asing lagi ditelinga masyarakat
Indonesia jika membicarakan sector hulu Migas. Cadangan gas bumi yang dimiliki
Indonesia pastilah masih banyak dibandingkan dengan cadangan minyak bumi. jika
selama ini minyak bumi kebanyakan kita eksport keluar negeri sangat disayangkan
jika hal tersebut juga menjadi hal yang sama kepada gas bumi yang kita miliki.
Beberapa
problema pasti ada dalam hal membumikan gas bumi di Negara tercinta ini. Salah
satu masalah yang mencolok adalah infrastruktur. Telah menjadi rahasia umum jika infrastrukturlah yang
menghambat laju gas bumi kedapur-dapur masyarakat menengah maupun kalangan
bawah di Indonesia bagian timur mengingat salah satu cadangan terbesar berada
dikawasan Indonesia timur. Gas yang disalurkan melalui pipa-pipa dari
kilang-kilang gas tentunya kebanyakan terdapat di Indonesia bagian barat.
Memang tidak bisa dipungkiri kalau konsumen terbanyak dan pusat perkotaan dan
perekonomian terbesar ada di pulau jawa dan sekitarnya, namun alangkah tidak
adilnya jika masyarakat dibagian timur Indonesia masih menggunakan kayu bakar
yang nyatanya memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Upaya
membumikan gas bumi pastilah tidak terlepas dari minimnya cadangan minyak bumi
diseluruh Negara. Juga harga minyak dipasaran yang tiap tahun tidak stabil
karena berpatokan pada harga minyak dunia. Isu kenaikan harga BBM pastilah
menjadi isu yang paling panas hingga membakar hati masyarakat, itu bisa dilihat
dari banyaknya unjuk rasa atau demo-demo masalah harga BBM jika terjadi
kenaikan harga. Naiknya harga BBM juga mempengaruhi harga-harga yang lain mulai
dari naiknya tarif angkutan umum hingga naiknya harga sembako, karena
keseluruhanya haruslah menggunakan transportasi dan transportasi membutuhkan
BBM. Menariknya jika harga BBM turun itu tidak berpengaruh pada harga-harga
yang sudah terlanjur dinaikan.
Langkah yang
paling efektif untuk membumikan gas bumi tentunya harus di dahului dengan
pembangunan infrastruktur yang merata diseluruh kepulauan-kepulauan Negara
Kesatuan Republic Indonesia. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri mengingat
luas lautan kita lebih luas dibanding daratan. Gas bumi yang pastilah sudah
dicairkan bisa diangkut melalui kapal-kapal dan juga pipa, disinilah peran
pemerentih pusat hingga daerah berperan penting. Kapal-kapal pengangkut gas
membutuhkan pelabuhan-pelabuhan serta kilang yang memadai disetiap
daerah-daerah yang dianggap perlu.
Sosialisasi
juga perlu dilakukan, banyak masyarakat masih awam akan penggunaan bahan bakar
gas ini. Masyarakat kita pasti lebih memilih menggunakan minyak daripada gas
dari segi keamanan walaupun jika dilihat dari segi harga jelas gas bumi lebih
stabil dipasaran. Masyarakat lebih memilih harga yang tinggi untuk keselamatan,
salah satu contoh real yang sering terjadi adalah gas LPG tiga kilogram yang
sering memakan korban jiwa. Namun angka-angka kecelakaan yang dikarenakan oleh
pengguna LPG tiga kilogram itu kebanyakan murni kelalaian konsumen, disinilah
semestinya sosisalisasi penggunaan gas yang baik dan aman dilakukan.
Secara
pribadi saya lebih memilih menggunakan gas dibandingkan gas bumi. gas tiga
kilogram dipasaran hanya Rp. 35000 sedangkan minyak 9000 hingga 10000/liter.
Gas bisa digunakan hingga 2-3 minggu sedangkan minyak hanya bertahan kurang dari
seminggu. Kemasan gas yang disimpan didalam tabung juga lebih aman dibandingkan
minyak yang biasanya disimpan didalam botol yang mudah tumpah. Angka kecelakan
gas memang banyak tapi tidak sesering kebakaran yang disebabkan oleh minyak.
Gas juga lebih ramah lingkungan, unsur gas yang lebih ringan jika menguap dan
terbang ke angkasa tidak merusak lapisan ozon. dan terakhir jika melihat
kondisi cadangan minyak dunia yang kian tahun kian berkurang, serta harga
selangit dari kegiatan explorasi minyak bumi tidak ada alasan untuk mencari
alternative lain seperti gas bumi.
Akhir kata
“Mari Membumikan Gas Bumi”.!!!
Muh. Fajri
Salam
Morowali
21-11-2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar