Fatwa MUI, Natal dan Ideologi Pancasila



(Foto Mister Google)


***


Desember tinggal menghitung hari. Bulan penghujung disemua tahun Masehi ini selalu penuh dengan perayaan keagamaan maupun seremonial budaya semata. Belum sempat saya mengucapkan selamat datang untuk bulan desember bulan yang saya anggap spesial dari sisi personal. kini saya harus mantap menyampaikan perpisahan dengan bulan, dengan tahun Masehi. Hari ini 25 desember mayoritas  umat Kristen merayakanya dengan sebutan Natal dan beberapa naman lain di belahan bumi bagian barat seperti Christmas dalam istilah Ingris atau Chi-Rho dalam bahasa Yunani dan lebih dikenal sebagai kelahiran Yesus Kristus di Indonesia. Dalam tradisi barat, kita bisa melihat masyarakat barat merayakanya dengan membuat pohon Natal, saling berbagi kartu ucapan atau mengisahkan  Santa Klaus yang membagi hadiah Natal. namun pagi ini saya melihat perayaan yang kontras dikawasan industry pengolahan Nikel. Selepas merayakan hari lahir Yesus di gereja, para pekerja ini langsung berganti pakaian rapinya dengan pakaian kerja. Mungkin saja sandangan Negara buruh tidak mentolerir hari suci yang ditetapkan oleh gereja-gereja Kristen.

Selalu saja muncul beragam pendapat tentang perayaan hari Natal ini, khususnya di Negara Indonesia yang dikenal dengan toleransi agamanya. Negara yang damai berpendudukan umat muslim mayoritas. Dan Natal adalah perayaan yang mengundang kontroversi dalam isu SARA. Tahun ini fatwa MUI memperbolehkan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen Indonesia namun tidak memperbolehkan menggunakan atribut-atribut Natal. Jelas tidak semua kalangan menerima akan fatwa tersebut mengingat Islam bukan hanya milik MUI saja. Dalam beberapa tafsir menyatakan mengucapkan selamat Natal sama saja dengan menjerumuskan diri kedalam golongan suatu kaum yang saya maksud adalah sandangan “Kafir”. Sebagai seorang umat pasti amat terluka menerima sandangan tersebut. 

-  Pendapat Para Ulama

Pendapat Ulama-ulama begitu beragam mulai dari yang pro dan ada yang kontra. Dahulu kita mengenal Ulama Besar yang dikenal dengan Buya Hamka, kala itu beliau memundurkan diri sebagai ketua MUI akibat dari fatwanya terhadap Natal Bersama. Ia dengan tegas melarang umat muslim atas dasar Aqidah, yakni umat dengan merayakan Natal bersama. Hakikat Natal adalah ibadah. para umat Kristen berkumpul di gereja pada pagi hari mendengarkan khotba pendeta sebagai peringatan hari lahir Yesus. Buya Hamka yang merupakan panutan mengatakan  “si orang Islam diharuskan dengan khusyu, bahwa Tuhan Allah beranak, dan Yesus Kristus ialah Allah sebagaimana tadi orang-orang Kristen disuruh mendengar tentang Nabi Muhammad SAW dengan tenang, sedangkan mereka diajarkan oleh pendetanya bahwa Nabi Muhammad bukanlah Nabi melainkan penjahat”. Sejalan dengan itu saya beranggapan Ibadah adalah tiang agama yang tidak mesti di satukan satu sama lain, kita punya fondasi yang berbeda perihal ibadah.

Lalu KH. Abdurrahman Wahid yang juga Merupakan Ulama besar, Mantan Presiden RI dan MUI. Beliau menjadi panutan umat muslim dengan kerendahan hatinya dan juga toleransinya antar umat beragama. Beliau lebih dikenal dengan sapaan Gus Dur. Beliau memandang toleransi sebagai satu kesatuan yang harus ditegakkan di negara NKRI melihat keberagaman Agama di Bumi Nusantara ini. Toleransi jelas dikedepankan mengingat ideology bangsa adalah Pancasila yang mengikat dan merangkul segala keberagaman tersebut. Gus Dur pernah berkata “kita hanya akan mampu menjadi bangsa yang kukuh, kalau umat agama-agama yang berbeda dapat saling mengerti satu sama lain, bukan hanya sekedar saling menghormati, yang diperlukan adalah rasa saling memiliki (sense of belonging), bukan hanya saling bertenggang rasa satu terhadap yang lain”. beliau melihat ini dalam ranah ideology Negara, dalam ranah kesatuan NKRI yang mesti tetap utuh dalam segala keberagaman. Tentu tidak mudah menjadi utuh dalam artian yang hakiki.

Professor Muhammad Quraish Shihab  juga pernah membahas perihal pandangan muslim tentang perayaan Natal dalam program Tafsir Al Misbah Di Metro Tv Ramadhan 1435 Hijriah episode Surah Maryam Ayat 30:38. Perihal ucapan beliau menanggapi bahwasanya persoalan ini hanya terjadi pada Negara Indonesia saja. Di negara-negara seperti mesir, suriah para Ulama-Ulama besarnya mengucapkan ucapan selamat Natal kepada pendeta atau masyarakat kristenya adalah hal yang wajar sebagai bentuk keakraban sesama umat beragama.  Lalau Quraish Shihab yang merupakan mantan Mentri Agama dan juga Ulama besar dengan buku-buku karya tafsiran Alqurnya berpendapat merupakan hal yang wajar mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen selama itu hanya sebatas keakraban umat beragama. kita mengucapkan selamat Natal bukan berarti ikut meyakini keberadaan Yesus Kristus sebagai Tuhan. Kita mengucapkan selamat Natal dengan keyakinan agama Islam bahwa Tuhan kita adalah Allah SWT dan Muhammad SAW adalah Rasul dan juga tauladan Umat Islam. Mengucapkan selamat Natal adalah sekedar basa-basi belaka.

Dari tiga pendapat ulama diatas kita menelaah sebijaknya apa yang perlu kita lakukan sebagai uamat Islam yang taat. Perihal Natal yang selalu memunculkan polemik merupakan fenomena yang wajar dinegara yang toleran dan meiliki banyak suku dan agama. Natal adalah ajaran Kristen atau juga merupakan seremonial belaka yang pada mulanya tidak ada perintah khusus merayakan Natal pada kitab perjanjian baru. Umat Kristen lebih meyakini perayaan hari kelahiran pada upacara kematian seperti upacara kematian di Tanah Toraja.  Sebagai umat Islam tentu kita memandang lebih pada  atribut  ciri khas meskipun topi santa Klaus dan pohon Natal merupakan budaya yang tidak ditetapkan dalam ajaran agama Kristen sesungguhnya.

Buya hamka, Gus Dur dan Quraish shihab merupakan tauladan yang tafsiranya selalu dianggap lebih. Terlebih pada buya hamka yang saya kagumi. Beliau lebih memandang kepada akidah umat Islam di Indonesia yang telah banyak intervensi ajaran seperti sekulerisme atau singkretisme, liberalisme, kristenisasi, bahkan komunisme-atheis, dengan tegas dan konsisten demi kepentingan umat muslim beliau meyakinkan kita dengan mengharamkan hal-hal yang bisa merusak akidah seperti budaya ucapan selamat Natal. Negara kesatuan dengan ideologi pancasila. Keberagaman agama membuat kita harus bertindak pluralisme untuk ketentraman umat beragama. Kita tentu sudah kenyang dengan sejarah kelam perang antar agama dibumi nusantara. Pendapat dari Gus Dur dan Qurais Shihab pada dasarnya menyiratkan pesan yang sama pada kententraman umat beragama di Negara kita tercinta

Perihal Fatwa MUI dan hari kelahiran yesus Kristus, kita harus saling menghargai satu sama lain.

Muh. Fajri Salam
Morowali 25-12-2017


Tidak ada komentar:

Popular