-
Lembah
Ramma
Yang pertama
adalah lembah. Aku jatuh cinta pada ketinggian, pada sebuah perjalanan yang
melelahkan, resiko, pada kabut, pada hawa dingin yang menggigil atau pada panas
yang memanggang kulit. Lembah bagiku adalah sebuah lukisan nyata pada lukisan
indah para seniman yang mempunyai daya imajinasi yang tinggi, disinilah lembah
tergambar nyata, bukit-bukit pegunungan diatas sana menjulang menjadi tembok
raksasa mengelilingi hamparan tenda-tenda para penikmat alam atau pencinta alam,
entahlah apapun sebutan kalian, aku hanyalah pengagum, dan kagum membuatku
candu.
(Sumber google)
Awalnya aku
hanyalah pendengar yang baik. Beberapa pengalaman perjalanan di dongengkan
dengan bangga oleh mereka yang berbaik hati membagi pengalaman-pengalaman yang
tak kumengerti sedikitpun. Namun lembah adalah magnet yang menarikku pertama
kali ke alam yang rimbun, kealam yang rendah hati, ke alam yang pemurah. Tentu
otakku merekamnya dengan baik kala lembah itu diceritakan sama baiknya dengan
dosen mata kuliah di kampus. Sebuah potret, sebagai dokumentasi, saksi-saksi
yang merangsang dan meyakinkan nalar menambah semangat para pendongeng ini
menceritakanya padaku lebih detail.
Sebuah potret
punggung pegunungan yang menjulang, mengelilingi hamparan anak-anak sungai dan
juga hamparan padang hijau camp-camp para pendaki. Diatas sana menjulang tinggi
puncak bawah karaeng, dan dibawahnya terhampar lembah ramma. Pundak itu tentu
melindungi atau bisa saja menghakimi kami.
Kami yang dibawahya kala itu hanyalah orang yang berangan-angan bisa
menjejakkan kenengan bersama. Setara diatas ketinggian walau tak setara pada
kekuatan dan keabadian. Sebuah foto diperlihatkan lagi padaku, aku melirik
memastikan, dia dan dinding-dinding alam berdiri dengan bangga.
Lalu kabut-kabut
tak lupa ia ceritakan pula sebagai menu penutup. Aku berimajinasi berdiri sama
tinggi dengan awan-awan diatas sana. Kita memang mahluk kecil tak berdaya
diatas luas dan ganasnya lautan atau diatas luas dan kejamnya hamparan daratan
hingga pegunungan, namun siapa yang tega melukai mahkluk yang berbaik hati.
Kabut, katanya iya memutus ruang imajinasiku. Iya melanjutkan, akan kau temui
pada daerah ketinggian, lembah juga memilikinya, kala sore hari atau pagi harI
saat suhu mulai dingin dan semakin dingin. Bisa juga di antar oleh hujan. Dia
kabut sesuatu yang sangat romantis, dingin dan sepi, dia tidak menguburmu namun
dia memeluk erat.
Lalu aku menemukan sajak puisi Soe
Hok Gie. Itu tentang mandalawangi, tentang sepi, tentang cinta.
Mandalawangi-Pangrango
Senja ini, ketika
matahari turun
Ke dalam jurang-jurangmu
Ke dalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu
Walaupun setiap orang
berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam
keberadaanmu
Seperti kau terima daku
Aku cinta padamu,
Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
Malam itu ketika
dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
“hidup adalah soal
keberanian,
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”
Dan antara
ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu
Aku cinta padamu
Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Djakarta 19-7-1966
Soe Hok Gie
Soe Hok Gie
Bagi seorang mahasiswa Soe Hok
Gie adalah salah satu inspirator dalam catatan-catatanya atau pada film yang
diadopsi langsung dari catatanya. Akupun salah satunya, terlebih ia seorang
yang gemar melakukan perjanan, Dia suka ketinggian, lalu berpuisi seperti puisi
mandalawangi. Soe Hok Gie ia sangat mencintai lembah mandalawangi. Dalam
catatanya ia sering mengunjungi mandalawangi bersama teman-temanya maupun
sendiri.
(Dok pribadi)
Aku adakah aku, aku punya
gambaran sendiri dalam perjalananku, setiap orang punya perjalanan pada tempat yang
sama. Tempat mungkin sama, tapi punya cerita yang berbeda. Kala itu hujan
mengguyur tanah daeng. Kami hanyalah beberapa mahasiswa kurang refresing,
terlebih aku yang jomblo, tak seorangpun wanita mau di goda olehku. maka
kuputuskan untuk merayu alam. Lalu lembah ramma pun jadi sepenggal kenangan
indah tentang cerita cinta yang membuatku tak pernah bosan menapaki
keindahan-keindahan serupa.
Ini adalah pandangan pertama, aku
jelas sangat terkagum-kagum pada daerah pegunungan, pada kabut-kabut yang
menemaniku selama perjalanan, pada para warga yang ramah dibawah kaki gunung.
Aku lahir dan dibesarkan didaerah pesisir pantai pulau Tomia, pulau paling
mungil diantara gugusan kepulauan wakatobi. Hamparan pantai dengan pasir
putihnya adalah tempatku menghabiskan masa-masa kebebasan. Aku mengenal
pegunungan, lembah, danau, sungai, dan segala sesuatu pada dataran tinggi
hanyalah imajinasi dari buku-buku geografi atau pada peta dunia. Dan sekarang
segalanya menjadi nyata didepan kedua mataku.
Lalu kami mendirikan tenda ikut
berbaur didalam hiruk-pikuk tenda-tenda para pencinta alam, dan aku tidak
termaksud didalam bagian itu, aku hanyalah pengagum. Rute yang lumayan bagi
amatiran sepertiku, aku hanya bermodalkan sleeping bag, tas, dan sandal Eiger,
jelas aku hanyalah seorang amatiran yang tidak mengerti apa-apa. Jarak tempuh
menuju lembah Ramma kurang lebih 3-4 jam, terkadang landai kadang juga terjal,
kadang menanjak kadang juga menurun, seperti pada umumnya.
Semua akhirnya sunyi dengan
sendirinya dikala malam mulai semakin larut, hanya beberapa suara terdengar
dari kejauhan. Beberapa nyayian alam dari mereka yang masih terjaga. Beberapa
tenda mulai terlihat gelap dengan bekas kayu api unggun yang telah dipadamkan.
Begitulah sebuah kenikmatan, hanya beberapa detik dan habis berlalu
meninggalkan kenangan manis. Lalu candu. Begitulah cinta pada sesama ciptaan.
Dan akhirnya kita harus belajar
tentang penciptaan dari sisi mana kita ingin memandang. Katanya bumi ini
berbentuk seperti globe namun tak berarti tidak mempunyai sisi, kita hidup
dihamparan bumi dan kita mengetahui dimana kita seharusnya berada. Kita adalah
mahluk ciptaan. Begitu pula semesta nan gelap maupun terang benderang,
segalanya hanyalah ciptaan yang mempunyai keindahan masing-masing, mempunyai
kespesialan. Dan seperti yang diaharapkan kita saling mengagumi, selayaknya
memang harus seperti itu. Lagi aku belajar sesuatu yang berharga.
Dan akhirnya aku tak kuasa
dipelukan lembah-lembah yang dingin dan sunyi. Malam itu didekapan sang malam
aku terlelap hingga fajar menyingsing dan hiruk-pikuk mulai terdengar kembali.
Alam memberikan sedikit energy untuk menyusuri kembali lereng-lereng, jalan
untuk kembali ke tempat yang selayaknya. Jalan pulang memang lebih cepat, tapi
segalanya tidak pulang begitu saja. Kenangan ia tetap disana, menikmati apa
yang ia kagumi, lalu menjaganya, dan aku merasa masih menikmatinya.
Iya seperti itulah...
- Rute
Lembah Ramma
Lembah ramma bisa ditempuh dengan berkendara dari Kota
Makassar ke Kab. Gowa tepatnya di Malino Kota Bunga sampai ke desa terakhir
pintu masuk jalur pendakian gunung Bawahkaraeng tepatnya di dusun Lemmbanna
sekitar 2-3 jam. Waktu yang tepat untuk melakukan perjalanan pagi atau sore
hari sehingga kita bisa melakukan tracking di waktu siang atau malam hari.
(Sumber Google)
Rute pendakian lembah ramma
terbilang sedang. Baik untuk pendaki pemula, waktu tempuh sampai di lembah
kira-kira 3-4 jam. Cuaca pada malam hari tergolong dingin apalagi pada musim
kemarau. Sedangkan pada sianghari cukup terik dan panas jika pada musim
kemarau, daerah ini tergolong daerah yang rawan longsor dan kebakaran. Untuk
ketersedian air tidak perlu khawatir alam menyuguhkannya dengan melimpah
ditempat ini. Namun yang perlu diperhatikan adalah tatakrama karena banyaknya
para penikmat alam yang menghabiskan akhir pekan di lembah ramma begitu juga
masyarakat local yang menggunakannya sebagai lahan pertanian. Hewan ternak para
warga biasanya dibiarkan hidup bebas membaur dengan para pendaki, jadi untuk
sedikit informasi untuk menjaga barang bawaan agar tidak dimakan atau dirusak
oleh hewan ternak semisal sapi.
Untuk jalur pendakian semuanya
Nampak jelas tidak perlu khawatir untuk tersesat di rimmba pegunungan. Namun
tetap saja memperhatikan keadaan medan. Karena berada pada daerah ketinggian
medannya kebanyakan lembab dan banyaknya akar-akar kayu akan menyulitkan
langkah kaki jika hanya bermodalkan sandal jepit. Jadi disarankan untuk selalu
safety first sebelum melalui medan. Dan terakhir adalah menjaga kealamian
kawasan dengan tidak membuang sampah dalam bentuk apapun.
Saya rasa cukup sekian...
Catatan Perjalanan
2017/09/20
Muh. Faji salam
1 komentar:
Posting Komentar