Mengintip Mahar La Nyalla

(Foto Uang Panai The Movie)


***
La Nyalla yang merupakan kader partai GERINDRA sejak 2009 itu kemarin marah-marah dalam jumpa persnya. Ibarat kebakaran jenggot ia blak-blakan menyampaikan permintaan sejumlah uang yang kemudian diartikan dalam beragam versi oleh berbagai media nasional. Ada yang menafsirkan ini sebahgai uang mahar politik yang biasa terjadi antara calon kader yang akan mendapatkan rekomendasi dari partai dan ada juga yang mengartikan ini sebagai pemalakan dari Pak Prabowo yang kemudian pemalakan ini tidak bisa diterima oleh partai GERINDRA.

La Nyalla Matalitti yang sebelumnya adalah mantan ketua PSSI juga pernah mendekap di jeruji besi dengan kasus penyalah gunaan danah hiba ini kabarnya bernazar jika keluar dari jeruji besi akan mewakafkan hidupnya untuk memimpin rakyat Jawa Timur, akan mengangkat hak dan keadilan Jawa Timur. La Nyalla pun bebas dari hukuman pada tanggal 18 juli 2017. Kabarnya La Nyalla diberikan surat tugas oleh partai untuk mencari partai koalisi demi kemenanganya dipanggung politik Jawa Timur.

Sebagai seorang yang hendak mewakafkan dirinya untuk berjuang demi keadilan masyarakat Jawa Timur lanyala berikhtiar untuk bersih dan tidak ingin memainkan politik uang. Rekomendasi dari partai ia inginkan dengan bersih tampa harus bernegosiasi dengan menggunakan uang. Ditambah lagi bahwa jika menyimak dari pengakuan La Nyalla dalam konferensi persnya ia didukung oleh para kiai juga pengusaha-pengusaha muslim di Jawa Timur. Pengusaha dan kiai-kiai ini merupakan alumni aksi 212 yang membela islam di Jakarta. La Nyalla sangat percaya diri dengan dukungan tersebut.

Kedekatan dan keterlibatan La Nyalla dengan aksi 212 memang harus dipertanyakan kembali, mengingat luputnya pemberitaan tentang La Nyalla dalam aksi 212. Kemudian La Nyalla membeberkan mahar 40 milyar sebagai dana saksi di Jawa Timur. Menurut La Nyalla dana 40 milyar tersebut diminta secara langsung oleh Pak Prabowo selaku ketua umum partai GERINDRA. Kontroversi 40 milyar inilah yang akhirnya menimbulkan berbagai macam pendapat dari banyak pihak. Sebagai seorang yang ingin melalui jalan yang bersih menuju panggung politik Jawa Timur lanyala merasa uang tersebut sebagai pemulus jalan yang akan ia lalui hingga mendapatkan rekomendasi dari partai GERINDRA.

La Nyalla pun tidak terima dan mengembalikan surat tugas yang berbatas waktu hingga 20 desember tahun lalu untuk mencari koalisi partai yang akan mengusungnya. Kabarnya partai yang akan berkoalisi dengan GERINDRA adalah PAN dan PKS, ketua umum PAN Amin Rais kabarnya sudah setuju terhadap pencalonan dan koalisi bersama La Nyalla di Jawa Timur namun disaat yang berbeda ketua DPW Jatim partai PAN tidak setuju dengan pencalonan La Nyalla. La Nyalla juga menyalahkan perlakuan partai GERINDRA kepadanya, pasalnya ia dibiarkan mencari koalisi partai sendiri yang seharusnya katanya dibantu oleh partai.

Alhasil rekomendasi tidak didapatkan, La Nyalla mengembalikan surat tugas partai. Sebagai seorang yang telah berikhtiar dan bernazar mewakafkan hidupnya untuk memimpin masyarakat Jawa Timur La Nyalla merasa ini semua tidak adil dan ia tidak bisa menerima apa yang telah terjadi. Maka marah-marahlah lanyala kemarin, yang ia garis bawahi dari semua kegagalanya ikut perpartisipasi pada lintasan politik Jawa Timur di tahun 2018 ini adalah karena mahar yang gagal dinegosiasikan dengan Pak Prabowo sebagai ketua umum partai GERINDRA.

***
Bermacam pandanganpun mulai berkomentar dalam perihal mahar ini. Seperti halnya kader-kader partai GERINDRA yang lain seperti Anies Baswedan yang menanggapi bahwa tidak ada uang mahar dalam mendapatkan surat rekomendasi menjadi calon Gubernur namun dalam prakteknya politik memam membutuhkan dana yang besar untuk keperluan kegiatan kampanye dan kegiatan-kegiatan partai lainnya. Ridwan Kamil juga menanggapi serupa dengan Anies Baswedan bahwa memang tidak ada uang mahar tersebut.

Semalam disalah satu Tv nasional, Tv One menampilkan perdebatan sengit antara wakil ketua umum partai GERINDRA Arief Poyuono dengan Faizal Assegaf kuasa hukum La Nyalla. Tentu perdebatan panas keduanya adalah tentang mahar tersebut. Arief Poyuono dalam penjelasanya semalam sebenarnya mahar tersebut tidak ada malah GERINDRA bahkan katanya dahulu ketika Presiden Jokowi dan Ahok dalam kampanye politiknya dan kegiatan politiknya menjadi Gubernur Jakarta dibiayai oleh partai GERINDRA, hal itupun yang terjadi pada Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang dibiayai oleh kader-kader partai GERINDRA. Dan jika ingin memberi mahar pada La Nyalla dengan dana saksi terangya untuk daerah jawa timur dengan jumlah seluruh TPS nya sekitar 161 Milyar rupiah. 

Dari apa yang diterangkan oleh wakil ketua umum GERINDRA La Nyalla sebenarnya tidak dimintai mahar 40 milyar tersebut namun hanya ditanyakan kesiapan dana tersebut mengingat kasus sebelumnya membuat uang yang dimiliki La Nyalla dibekukan oleh Negara. La nayalla juga didukung penuh oleh partai dan kemudian diberikan surat tugas namun tidak tertera nominal didalamnya. Arief Poyuono juga menegaskan bahwa tidak ada mahar yang diminta oleh partai GERINDRA kepada La Nyalla dan kader-kader sebelumnya.

Perdebatanpun tak elakkan perihal penyepakatan perihal kata mahar dan dana saksi yang masing-masing digunakan oleh kedua bela pihak. Dipihak GERINDRA menyebutnya sebagai dana saksi untuk memenangkan La Nyalla dan dipihak La Nyalla menyepakati kata yang sudah terlanjur diartikan sebagai mahar politik yang memang identik dengan politik uang yang sudah menjadi rahasia umum didunia perpolitikan Indonesia.

Dari perdebatan-perdebatan dan kehebohan yang telah dipertontonkan kita bisa menarik benang merah, bahwasanya perpolitikan memang dalam prakteknya selalu identik dengan uang. Segala kegiatan perpolitikan di era ini pastilah memerlukan biaya yang sedikit-demi sedikit menjadi bukit. Dana kampanye yang menyentuh angka ratusan hingga milyaran juta itu merupakan hal yang wajar. Semua orang sudah memahami mahalnya prosesi politik berlangsung hingga naik  kepodium kemenangan disuatu wilayah. Belum lagi dana saksi yang diperbincangkan yang memang harus orang-orang yang terlatih dan trencana dengan struktur yang telah dimainkan didalam partai. Dan segalanya perihal perpolitikan ini tidak gratis.

Sungguh naïf jika La Nyalla ingin bermain politik dengan gratis dibangsa ini. Perihal mahar ataupun dana saksi yang dibebankan kepada La Nyalla kita harus mengakuinya bahwa itu perlu jika memang saksi-saksi dari berbagai TPS diperlukan. Namun jika pada akhirnya La Nyalla menanyakan uang mahar tersebut sebagai alasan tidak diberikannya rekomendasi sebagai calon Gubernur Jawa Timur kepadanya maka kita kembali mempertanyakan kebenaran tersebut. Wajar jika La Nyalla akhirnya tersakiti bila perihal mahar yang seharusnya dibayar dimuka ini kemudian ia tidak setujui menjadikan partai GERINDRA tidak merestuinya ikut dalam lintasan politik Jawa Timur. La Nyalla seharusnya mengerti bahwasanya uang mahar selalu diberikan didepan seperti pada umumnya jika memang mahar politik itu ada wallahualam.

Muh. Fajri Salam
2018/13/01
Kota Semerbak

Tidak ada komentar:

Popular